-->

Search News

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Nasional

Pariwisata

Life & style

Musik & Film

Profile

Model & Fashion



Pengacara Somya: Hotel Holiday Inn Baruna Kuta Mestinya Tak Boleh Ijinkan Kedua Balita "Dijemput" Oleh Siapapun Kecuali Robin Kelly

 

I Made Somya Putra, SH. MH.


DENPASAR - Robin Sterling Kelly merasa tidak pernah memberikan data nama-nama identitas kedua balitanya atau identitas siapapun yang tidak ikutmenginap di Hotel Holiday Inn Baruna Kuta. Bahkan pihak hotel tidak mengetahui dan meminta identitas orang yang mengambil paksa kedua balitanya saat dirinya pergi beberapa menit untuk membeli popok pengganti di minimarket sekitar hotel.


Hal tersebut diketahui ketika dikonfirmasi identitas pelaku pasca kejadian di bulan Agustus 2019 silam oleh kuasa hukum Robin Kelly, I Made Somya Putra, SH. MH. kepada manajemen hotel. Lalu tiba-tiba muncul pengakuan bahwa pelakunya adalah dari pihak keluarga yang menjemput keluar 'Kids Club' dan menyatakan bahwa pertanggungjawaban dari isi secarik 'Baby Sitting Request' menjadi gugur.

"Anehnya pihak keamanan hotel membiarkan begitu saja mengambil kedua balita saat saya berbelanja kebutuhan pampers ke supermarket tidak jauh dari hotel,” kata Robin Kelly saat ditemui di Denpasar, Senin (23/1/2023).

Pihak manajemen hotel seolah tidak peduli terhadap nasibnya dan tidak menunjukkan empatinya atau bahkan tidak berupaya untuk melapor ke pihak berwajib terhadap peristiwa tersebut dimana semestinya sesuai dengan standar prosedur (SOP) pihak hotel wajib menjaga keamanan anak-anak yang dititipkan pada Kids Club’ (arena bermain) dan tidak boleh membiarkan anak-anak yang Sidang melalui E-Court ini memasuki babak sanggahan (Replik) dari Penggugat (Robin Sterling Kelly) dan jawaban Duplik dari Tergugat (Hotel Holiday Inn Baruna Kuta).

Menurutnya, Pihak Hotel Holiday Inn Baruna Kuta tidak memenuhi jaminan melekat sebagai penanggungjawab Hotel Holiday Inn Baruna Kuta dan termasuk bertentangan dengan apa yang tertuang secara tertulis dalam 'Baby Sitting Request' tertanggal 13 Agustus 2019, dan terbukti melakukan kelalaian, pembiaran terjadinya pengambilan anak tanpa ijin dan kegagalan dalam memberikan rasa aman kepada PENGGUGAT dan anak-anaknya adalah perbuatan melawan hukum," ujar I Made Somya Putra, SH. MH.

Pihaknya menilai telah terjadi perbuatan melawan hukum dalam peristiwa tersebut dan berakibat terjadi pengeluaran biaya yang cukup besar saat mencari dan menemukan keberadaan kedua balitanya akibat diambil alih secara paksa oleh sekelompok orang yang mengaku 'bagian' dari keluarganya.

Apapun pengakuan dan dalihnya, semestinya pihak hotel tidak boleh begitu saja membiarkan siapapun untuk "menjemput" kedua balita tersebut.

"Sebab klien kami telah membayarkan lunas uang penitipan anak-anak di arena bermain (Kids Club) hotel tersebut dan memiliki bukti terlampir namun pihak hotel saat itu mengaku tidak mengetahui siapa jati diri pelaku, belakangan pasca rentang waktu 3 tahun berlalu malah berdalih bahwa pelakunya adalah ayah biologis kedua balita tersebut yang tidak diijinkan ikut menginap di hotel tersebut, sungguh tidak masuk akal dan seakan hendak lari dari tanggung jawab," kata Somya.

Oleh karenanya, kasus yang tercatat di PN Denpasar Bali dengan No. Registrasi 991/Pdt.G/2022/PN Dps gugatan yang diajukannya yakni terpenuhinya unsur Pasal 1365 KUHPerdata yang diyakini sudah tepat, "Sebab menurut pasal tersebut suatu peristiwa yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya."

Sidang selanjutnya pemeriksaan validitas bukti-bukti perkara akan berlangsung pada 30 Januari 2023 mendatang. (hd)

Konsep Tanah Itu Penguasaan Bukan Gunakan Pidana, Dr. Ngurah Agung Sebut Harus Gugat Hak Keperdataan

 

Dr. Drs I Gusti Agung Ngurah Agung SH, MH, CLA selaku Ahli Hukum Agraria.

DENPASAR - Para tokoh masyarakat Kembali ikut berkomentar tentang permasalahan Jero Kepisah yang ramai di pemberitaan belakangan ini. Kali ini datang dari Dr. Drs I Gusti Agung Ngurah Agung SH, MH, CLA selaku Ahli Hukum Agraria.



Ia mengomentari soal kondisi hukum dari Anak Agung Ngurah Oka dari Jero Kepisah yang merupakan ahli waris almarhum I Gusti Gede Raka Ampug alias Gusti Raka Ampug asal Puri Kepisah, Pedungan, Denpasar seluas 8 hektar yang hendak diklaim seseorang yang secara nyata bukan anggota keluarganya.

I Gusti Agung Ngurah Agung mengaku bahwa dirinya adalah seorang pengajar atau dosen ahli pidana di salah satu kampus terkemuka di Jakarta Pusat. Ia mengamati melalui media massa, melihat permasalahan yang ada bahwa adanya tindakan yang tidak dirasa adil terhadap kondisi yang terjadi terhadap ahli waris Jero Kepisah.

" Untuk masalah pertanahan di Indonesia, kita tidak bisa lepas dari Undang - Undang Pokok Agraria. Karena sampai saat ini UU ini belum ada perubahan dati tahun 1960 sampai sekarang, " ungkap Agung Ngurah, Sabtu (07/01/2023), di salah satu kantor di bilangan Denpasar.

Konsep dasar pertanahan adalah penguasaan, yang dimana kalau seseorang menguasai tanah itu selama 20 tahun berturut-turut dan tidak ada keberatan dari berbagai pihak maka dengan terang benderang boleh mengajukan kepada negara jika disetujui dia punya hak terhadap tanah tersebut, sebutnya.

Undang - undang agraria pun dibuat banyak mengadopsi hukum - hukum Adat di Indonesia, yang pada pokoknya jangan sampai tanah - tanah yang ada itu terlantar dan tidak berguna untuk kemakmuran masyarakat. Kalo terlantar, Negara akan mengambil alih penguasaan hak atas tanah tersebut dan kita bisa mengajukan permohonan.

"Dalam konsep ini kita harus lihat dasar tanah ini, memalsukan sertifikatnya atau memohon kepada negara atau bagaimana"

"Disini dalam pendaftarannya (pensertifikatan) Negara mengadopsi paham publikasi negatif yang bertensi positif, artinya Negara tidak bertanggungjawab terhadap produk yang BPN itu keluarkan, tetapi yang mendaftarkan tanah tersebut"

Bila ada indikasi pemalsuan terkait itu dan harus diajukan gugatan PTUN atau lewat hak keperdataan di Pengadilan umum, bukan langsung ke Pidana. Dalam hal ini mereka harus mempunyai bukti hak, tentu Jero Kepisah boleh melaporkan pidana bukan pihak lain yang melaporkan.

Ditanya terkait bagaimana AANEW selaku pelapor bisa menggugat Jero Kepisah itu diajukan dalam bentuk pembayaran pipil yang dibuat hari Minggu (hari libur) bagi Dr. Agung Ngurah Agung selaku ahli dibidang Agraria bahwa hal yang seharusnya tidak mungkin karena seluruh negara tidak mengeluarkan produk berupa surat pada hari Minggu.

"Ini aneh, dari sini semestinya jika penyidik Polda Bali cerdas tentu mudah untuk mengkaji persoalan itu karena logika hukumnya sudah disana," sentil dosen tetap Pasca Sarjana Institut Bisnis Law and Management (Iblam) Jakarta Pusat ini.

Untuk kasus Jero Kepisah ini, Agung Ngurah Agung menyebutkan, bila menggunakan jalur pidana tentu tidak mungkin akan tuntas dalam penyelesaian sengketa tanah seperti ini.

Anak Agung Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Kepisah sebelum mensertifikatkan tanah tentunya telah memiliki silsilah berdasarkan Surat Pemberitahuan Pembayaran Pajak (SPPT). Dr. Agung Ngurah Agung meyakini, silsilah dari terlapor Anak Agung Ngurah Oka dibuat jauh sesudah tanah tersebut dikuasai oleh leluhur Jero Kepisah yakni semenjak ratusan tahun lalu.

" Kepastian hukum itu sebenarnya sudah ada disana, dan untuk membatalkan sertifikat itu harusnya di gugatan, " pungkasnya. (Ray)

Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Witadharma Sanyasa Dharma Wacana di Pura Giri Natha Waso di Ruteng Manggarai, NTT

Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Withadharma Sanyasa

DENPASAR - Perjalanan religius Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Witadharma Sanyasa dalam mempersatukan sejumput tanah yang dikumpulkan dari wilayah Sabang sampai merauke bahkan india dan beberapa di asia patut mendapatkan apresiasi.

Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Withadharma Sanyasa yang dikenal dengan sikap santunnya dalam berperilaku terhadap sesama dan terhadap lingkungan sekitar mencoba melakukan perjalanan spiritualnya mengarungi berbagai wilayah Indonesia dan Asia untuk mengumpulkan sejumput tanah di wilayah yang dikunjungi. Dirinya mengaku bahwa niatnya mengalir begitu saja untuk menyatukan tanah diseluruh Nusantara dan Asia untuk dijadikan satu (Catur Asrama Btari) untuk selanjutnya kita puja dan sakralkan agar kita terus menghormatinya dimanapun kita berpijak.

Perjalanan religi inipun mulai terbersit sejak 16 Februari 2012, satu persatu wilayah yang memiliki keberadaan Pura mulai dikunjunginya mulai dari Sabang sampai Merauke bahkan juga kawasan Asia, "Untuk kawasan Pulau Jawa hampir 80 persen wilayahnya diberbagai Pura telah kami kunjungi," terang Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Withadharma Sanyasa saat memberikan Dharma Wacana di Pura Giri Natha Waso Ruteng, manggara Flores NTT.

Secara spontan pengurus pura menyampaikan keinginannya agar nanti saat odalan nanti di hari raya Galungan nanti Ida Nabe dan Dr. Sarjana bisa hadir saat odalan.

Ida nabe menyambut baik "Uleman" ini. Dan rencananya akan sekalian mengadakan pawintenan massal, Mejaya-jaya dan Nyepuh Pemangku.

Menurutnya, Tanah-tanah yang sudah terkumpul nantinya akan di Pasupati atau dijadikan wadah yang dinamakan Pura Medang Kenawa yang didapat inspirasinya setelah mendatangi Candi Muara Takus di Provinsi Riau Sumatera disana ada yang namanya Shri Ratu Kenawa, Kenawa artinya Pinang atau buah yang memberi arti bahwa kita harus menanam sesuatu biar tumbuh bunga juga menghasilkan buah dan diharapkan nantinya menjadi Pura Medang Kenawa yang berlokasi di desa Dasong, Kabupaten Buleleng.

Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kecamatan Kuta, DR. Drs. I Nyoman Sarjana, MIkom. yang juga anggota Paruman Walaka PHDI kabupaten Badung ikut menyertai perjalanan religi ini mengatakan bahwa dirinya sangat senang menyerta Ida Pandita Mpu Nabe Dwija Withadharma Sanyasa mengunjungi beberapa tempat karena bisa mempraktekan ilmu yang didapat dari kampus almamaternya.

Berawal dari kedekatannya semasa sekolah dengan Wayan sutama. Yang sekarang membuka usah di Ruteng Manggarai, NTT

"Manusia, selain sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai mahluk sosial, yang tidak akan terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan damai, maka kita harus menjaga hubungan yang harmonis yang dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana," pungkas Sarjana.

Perjalanan ke NTT dibantu oleh Wayan Sutama dan Ketut Sumayasa. (Tim)

Masyarakat Dapat Lakukan 'Class Actions' Terhadap Rusaknya Alam Akibat Galian C

 

Dr. Drs.Agung Ngurah Agung SH, MH., seorang pengamat hukum

DENPASAR - Permasalahan pertambangan merupakan isu lingkungan yang harus diakomodir dengan baik, karena lingkungan merupakan habitat dari semua kondisi sosial yang ada.

Menemui Dr. Drs.Agung Ngurah Agung SH, MH., seorang pengamat hukum mengatakan bahwa pertambangan yang terdiri dari 3 golongan bahan tambang.

Salah satunya golongan A yang merupakan bahan galian strategis yang mencakup antara lain minyak bumi, gas alam, aspal, batubara, nikel, timah putih, dan uranium.

Kemudian bahan galian golongan B adalah bahan galian yang berfungsi untuk menjamin hajat hidup orang banyak. Contoh bahan galian vital adalah: Besi. Seng.

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang tidak termasuk Bahan Galian Golongan A (Strategis) dan Bahan Galian Golongan B (Vital) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 dan Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1980.

" Galian C itu biasanya material bangunan dan dia didalam tanah makanya disebut galian, " ungkapnya, Sabtu (07/01/2023), di salah satu kantor di Denpasar.

Melirik galian C yang ada di Karangasem, di wilayah Pura Sungsungan Jagad pasar Agung persis dibawah Gunung Agung.

" Galian C tersebut berdampak terhadap kerusakan lingkungan disana "

" Kita memahami bahwa Pura itu fungsinya adalah tempat ibadah, tetapi leluhur kita, lelangit kita membuatnya juga sebagai konservasi alam "

Ia juga menerangkan bahwa banyak Pura - Pura umat Hindu banyak juga di hutan - hutan, itu berfungsi agar hutan tersebut lestari dan tidak dijamah terlalu banyak oleh umat manusia.

" Pura di Gunung supaya Gunung tersebut tidak dibongkar, Pura di pantai supaya tidak dirusak dan lain sebagainya "

Ia juga menekankan banyakanya galian C bodong yang merusak bagian gunung dan juga mulai mendekati Pura yang tidak elok dipandang mata.

Kondisi galian C Bodong tersebut sepertinya tidak mendapatkan perhatian darinpenegak hukum yang ada di wilayah tersebut.

" Beberapa pergantian bupati (Karangasem) tidak pernah selesai permasalahan ini "

Konsep Gubernur Bali dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali-nya yang menjaga alam lestari sangat jauh panggang dari api.

Ditanya soal penghasilan atau pendapatan masyarakat terhadap upaya galian C yang ada dirinya juga menyebutkan, " itu tidak sesuai "

" Kerusakan alam yang dialami tentu tidak sesuai dengan penghasilan yang didapat, karena untuk mengembalikan alam sperti itu sangat mahal dan lama "

" Kerusakannya berlipat - lipat, sebelum ada galian C masyarakat disana juga gak mati kelaparan karena daerah disana subur "

Secara visual sudah tidak elok dipandang mata, kubangan - kubangan dan jurang - jurang yang tercipta sudah sangat besar.

" Kalo jalan itu sampai jebol ke arah Pura itu tentu membahayakan masyarakat yang hendak tangkil, korban jiwa bisa saja terjadi itu membahayakan "

Ditanyakan soal masyarakat yang protes dirinya mengasumsikan bahwa masyarakat tidak berani mengadukan hal yang terjadi didepan mata mereka.

" Secara kajian teknis saya pikir gunung tersebut tidak boleh digali karena menurut undang - undang pidana perlindungan alam itu sudah jelas sekali "

Bahkan sebutnya banyak juga pungli - pungli yang memunguti truk - truk yang lewat.

" Sampai saat ini kebenaran pengerusakan itu masih berlangsung, masyarakat dapat melakukan class actions secara hukum bisa dilakukan sejatinya, " pungkas Agung Ngurah Agung. (Ray)

Dianggap Lawan 'inkracht', Kuasa Hukum Dobrak Akan Laporkan Perbekel Sayan

 

I Nyoman Toplo (kiri) bersama kuasa hukum Wayan Dobrak

GIANYAR - I Nyoman Lama dan I Nyoman Toplo Ariadi, S.pd., warga Desa Sayan, Ubud, Gianyar harus menelan pil pahit. Bagaimana tidak, tanah yang didamba-dambakannya terganjal oleh oknum aparat desa yang dikatakannya telah menghambat proses PTSL (Persertipikatan Tanah Sistematis Lengkap) yang diakui milik mereka.




Bertemu dengan kuasa hukum mereka di sebuah kedai kopi diseputaran Gianyar, Wayan Sutita, SH., yang juga terkenal dengan nama Wayan Dobrak, Ngurah Alit dan Kadek Agus akan melakukan langkah hukum kepada Perbekel/Kepala Desa Sayan Ubud I Made Andika, S.Kom karena telah menerbitkan Surat Pernyataan “Pencabutan Tanda Tangan”, sehingga proses PTSL warganya seluas 1 hektar lebih terkatung-katung selama 3 tahun.

"Dari 1 hektar tersebut mereka hanya mendapatkan 45 are SPPT PBB, karena mereka mempunyai luas sawah 50 - 60 are dipinggir sungai Ayung. 2 bidang tanah itu dimasukan PTSL (2019) yang sudah didata oleh ATR BPN Gianyar, " ungkap, Wayan Dobrak, Jumat (6/1/2023).

Dalam informasinya ada keberatan dari pihak Puri Sayan menyatakan tanah yang dimohonkan tersebut adalah milik Puri. Gugatan yang dilayangkan oleh Puri Sayan atas keberatan kepemilikan tersebut telah ditolak oleh Pengadilan setempat.

" Tentu secara hukum klien kami syah pemilik tanah "

Ia juga menjelaskan kembali bahwa 43 are telah terbit SHM-nya akhir 2019, kemudian awal 2020 Puri Sayan mengajukan gugatannya.

" Panitera sudah mencatatkan putusan PN Gianyar Nomor: 2/Pdt.G/2021/PNGin tertanggal 9 Januari 2021 telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), " jelasnya selaku kuasa hukum yang berkantor di Tukad Balian No. 156 Renon ini.

Dalam keterangannya kepada pers saat itu mengabarkan juga bahwa PTSL tahap 2 dengan luas tanah ± 65 are ditunda, hampir sudah 3 tahun. Hak - hak dari kliennya inilah yang akan dipertanyakan kepada Perbekel Desa Sayan yang membuat pernyataan tertulis pencabutan tanda tangan (3/10/2022).

Menurutnya, " Berarti surat ini melanggar putusan pengadilan, melanggar hukum, melanggar keputusan presiden Republik Indonesia tentang PTSL, " dengan menekankan bahwa penguasaan itu sudah sejak kakek buyutnya.

Pada hari itu juga Nyoman Toplo yang didampingi oleh kuasa hukumnya mendatangi Kantor Perbekel Desa Sayan namun Perbekel Sayan tidak berada di tempat, yang menemui adalah Sekretaris Desa, yakni Sekretaris Desa Sayan, I Wayan Artawan, SPd.

Ia mengatakan bahwa Perbekel sedang berada di Penestanan Ubud mengikuti acara Pamikukuh Bandesa/Prajuru Adat di sana.

“Bapak sedang ada kundangan di Penestanan,” ujarnya Sekdes.

Ditanyakan soal Surat Pernyataan Pencabutan Tanda Tangan tertanggal 3 Oktober 2022 memang benar tanda tangan dari I Made Andika, S.Kom selaku Perbekel Desa Sayan, Artawan membenarkan.

"Kalo dari tanda tangannya, itu benar tanda tangan beliau (Perbekel Sayan Ubud I Made Andika, S.Kom),” sebut Artawan.

Menghubungi melalui pesan elektronik Perbekel Desa Sayan, menjelaskan menggunakan Video.

" Ijin share klarifikasi tiyang "

Isi dari video tersebut dijelaskannya bahwa tentang surat pencabutan tanda tangan.

" Awalnya kita akomodir permohonan PTSL dari I Nyoman Lama dan kawan-kawan (Nyoman Toplo) dengan data penunjang berupa SPPT PBB atas nama I Bondolan "

Kemudian sambungnya ada keberatan terhadap pengajuan itu, perkara perdata di PN Gianyar dengan putusan NO.

*Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau yang seringkali disebut sebagai Putusan NO, merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

Ia juga menjelaskan bahwa somasi yang dikirimkan oleh pihak seberang (lawan) menjelaskan bahwa SPPT PBB yang diajukan itu tidak pada posisi tanah yang dimaksud.

" Kami mempertimbangkan karena surat bukti-bukti yang dibawa itu berasal dari instansi terkait, dimana penunjang itu diterbitkan melalui instansi yang sama "

Dengan adanya kondisi itulah pihaknya mengambil posisi untuk tidak memihak salah satunya dengan mengembalikan ke posisi awal.

" Itulah yang menjadi pertimbangan kami, kami tidak mau berada pada konflik kedua belah pihak, " pungkasnya menjelaskan. (Ray)

Kasus Tanah Jero Kepisah, Ragukan Pelapor Miliki Kewajiban Adat Atas Tanah Sengketa

 

Ahli Hukum Adat Bali, Dr. I Ketut Wirawan, SH, M.Hum.

Berita sebelumnya klik untuk link


DENPASAR - Menyikapi pemberitaan yang santer di jagat maya tentang keadilan yang diperjuangkan oleh Jero Gede Kepisah, membuat banyak orang ikut mengungkapkan pendapatnya. Kali ini berasal dari Ahli Hukum Adat Bali, Dr. I Ketut Wirawan, SH, M.Hum.




Menanyakan soal pelaporan yang dilakukan oleh oknum (EW) kepada Anak Agung Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Gede Kepisah, menurut Ketut Wirawan harus memiliki 'legal standing' yang jelas.

" Untuk mengetahui 'legal standing' agar jelas harus dilakukan gugatan perdata terlebih dahulu, "jelas Wirawan, Sabtu (31/12/2022), di Markas Komando Garda Safe Security.

Ia mengungkapkan siapa saja boleh melapor, tetapi yang menerima laporan ini harusnya lebih melihat sisi keadilan, apakah memiliki keterkaitan atau keluarga dengan Jero Gede Kepisah atau tidak. Satu 'legal standing' harus jelas, kedua punya atau tidak keterikatan keluarga, ketiga adalah kerugian dia berupa apa.

Tanah di Bali mencakup tanah desa, tanah pura atau tanah milik (peroroangan), tanah desa atau tanah pura dimilik oleh Komunal dan itu hanya penguasaan, sedangkan tanah milik perorangan bisa dari warisan, dari perkawinan (bekel), tanah hibah dan keempat adalah tanah jaul - beli.

Mengenal tanah warisan di Bali, menggunakan hukum Adat waris Bali. I Ketut Wirawan menjelaskan bahwa tanah waris Bali merupakan tanah yang berasal dari proses peralihan kewajiban dan hak sari suatu generasi ke generasi berikutnya.
" Makanya di Bali siapa yang mendapatkan wajib itu saja yang mendapatkan hak, jangan di Balik antara Hak dan Kewajiban tetapi kewajiban baru mendapatkan hak "

Sedangkan perempuan di Bali tidak mendapatkan warisan melainkan bekel namanya karena tidak menjalankan kewajiban, begitu jelas Ketut Wirawan. Sedangkan untuk kasus pelaporan EW kepada Anak Agung Ngurah Oka Ia menanyakan apakah Kewajiban EW sampai bisa mengakui haknya disana.

" Kewajiban pertama adalah terhadap orang tua, kedua kewajiban terhadap keluarga, kewajiban terhadap leluhur, lalu kewajiban terhadap pemerajan (Mrajan Gede, kawitan dan lainnya) "

Kewajiban - kewajiban seperti inilah yang harusnya dikemukakan terlebih dahulu, baru seorang EW ini bisa menuntut hak - haknya, bila benar ada. Tentu dalam hal ini penyidik harus memahami tatanan hukum waris Adat Bali, seperti kepemilikan Mrajan Gede yang diakui oleh masyarakat sekitar itu.

Ia juga menegaskan bahwa seseorang harus diberikan kepastian hukum, sesuai dengan aturan hukum itu sendiri. Tidak boleh menggantung karena baginya itu melanggar hak asasi manusia, yang menimbulkan rasa takut dan cemas seperti diceritakan langsung oleh Anak Agung Ngurah Oka pada video yang lalu.

" Dalam era keterbukaan tidak bisa lagi merekayasa, saya siap menjadi saksi ahli untuk menjelaskan hal tersebut, tentu depan penyidik atau pengadilan bukan disini, " terangnya.

Dalam mengetahui kepemilikan hak atas tanah di Bali tentu sangat mudah, pertama memahami Soroh (keturunannya).

*Soroh merupakan ikatan sosial dalam paguyuban masyarakat umat Hindu di Bali yang merujuk pada satu garis keturunan (klan).

Kedua milik desa Adat, mereka pasti tahu apakah Anak Agung Ngurah Oka warga desa Adat dimana dan Klian desa tersebut pasti mengetahui asal muasal tanah tersebut.

Dan penyakap (juru tandu) atau pengelola lahan sawah juga tentu mengetahui asal muasal dan kemana selama ini hasil panennya dibagi kepada pemilik tanah.

Dari kondisi itu semua, tentu penyidik tidak boleh mengabaikan sisi bukti-bukti lapangan yang ada dalam membenarkan posisi hak dari tanah tersebut.

" Di Bali itu jelas, apalagi sudah memiliki Mrajan Gede tentu itu pasti adalah tanah milik keluarga besarnya, tidak usah dibikin ruwetlah, " pungkasnya. (Ray)

Kasus Jro Kepisah, Kabid Propam Polda Bali Sebut Bila ada Laporan Kita Akan Tangani

 

Kombes Pol Bambang Tertianto selaku Kabid Propam Polda Bali



DENPASAR
- Tim Garda Media tidak berhenti sampai disitu, menelusuri jejak kasus Jero Kepisah yang membuat
Anak Agung Ngurah Oka (terlapor) terkatung-katung selama ini telah di atensi Mabes Polri, yang dijawab langsung oleh Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing selaku Direktur Reskrimsus Polda Bali, bila tidak terbukti akan dihentikan.

Menemui Kombes Pol Bambang Tertianto selaku Kabid Propam Polda Bali, pada saat acara Dalam acara Konferensi pers akhir tahun 2022, yang diselenggarakan oleh Polda Bali yang mengambil tema analisa dan evaluasi (Anev) Kamtibmas 2022, pada tanggal 29 Desember 2022, di Hongkong Garden Restorant Sanur.

Menanyakan soal bila adanya dugaan upaya kriminalisasi terhadap Anak Agung Ngurah Oka (terlapor), Bambang Tertianto mengungkapkan akan bekerja secara profesional.

" Bila ditujukan kepada kami (Propam) tentu harus ada laporan kepada kami "

" Bila ditemukan (upaya Kriminalisasi) kita tangani, " sebutnya tegas.

Ia berjanji bila ada hal tersebut akan ditindaklanjuti dan dilakukan penyelidikan oleh Paminal, bila terbukti bisa saja kode etik atau disiplin.

" Bila terbukti tindakan melanggar disiplin akan ditangani Provos, bila Kode etik ditindaklanjuti oleh Paprov "

Ia juga menjelaskan bahwa dirinya sejak bulan Juli 2022 melaksanakan sekolah di Bandung dan selesai pendidikan bulan Desember 2022.

" Kami di mutasi ke Mabes Polri dan bisa dilanjut dengan Kabid yang baru inggih, " pungkasnya.

Sedangkan Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing selaku Direktur Reskrimsus Polda Bali menjawab dihadapan undangan yang hadir menyebutkan wajar, karena semua sudah sesuai tahapan.

" Semua sudah berjalan sesuai tahapan, dari pengaduan masyarakat (dumas), dilakukan klarifikasi, penyelidikan, penyidikan baru menimang kasus ini dapat dinaikan atau tidak, " ujarnya dengan mengatakan memang benar kasus ini sudah menjadi atensi Mabes Polri.

" Pihak - pihak yang ingin cepat tentu bertentangan dengan kinerja penyelidikan, penyidikan yang akurat, profesional dan berkeadilan "

Terkait tentang pemalsuan silsilah sudah banyak saksi diperiksa termasuk saksi ahli, karena banyaknya perbedaan yang ada.

" Kasus itu masih dalam proses, tapi nanti kami akan beberkan kepada rekan - rekan sekalian, apakah nanti dapat dinaikan atau tidak. Kami bertanggung jawab penuh terhadap laporan dumas yang dilaporkan kepada kami, " ungkapnya. (Ray)