-->

Search News

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Nasional

Pariwisata

Life & style

Musik & Film

Profile

Model & Fashion



» » » » Bantuan Desa Adat akan Disunat, Diduga Salahi Aturan

 

I Dewa Putu Sudarsana (Patajuh), I Made Somya Putra (Narasumber hukum)

GATRADEWATA NEWS ● BALI | Gubernur Bali Wayan Koster yang sangat memperhatikan keberlangsungan adat dan budaya Bali perlu diacungi jempol. Kondisi kedinasan yang baru terbentuk dari Peraturan Gubernur No 56 Tahun 2021,

Klik untuk link


masih perlu berbenah. Pasalnya berdasarkan surat edaran Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) tertanggal Bali, 19 Mei 2022 menekankan kepada Bandesa Adat atau Sebutan Lain Desa Adat se-Bali, untuk penyampaian daftar pemotongan pajak dan pakta Integritas, dengan nomor surat B.27.140/3393/PPDA/DPMA.



Isinya kurang lebih sebagai berikut,

Menindaklanjuti Surat Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali Nomor 108/S/XIX.DPS/04/2022, tanggal 27 April 2022, Hal: Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan dan Permintaan Tanggapan serta Rencana Aksi atas Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2021 bersama ini kami sampaikan sebagai berikut:

1. Belanja Insentif Bandesa Adat, Prajuru Desa Adat dan Tenaga Administrasi Desa Adat yang dianggarkan dari Dana Desa Adat alokasi APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2022 harus dilakukan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 oleh Bendahara Pengeluaran Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali.

2. Terkait besaran PPh Pasal 21 yang akan dipotong dan disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, Desa Adat wajib menyampaikan Daftar Pemotongan Pajak Insentif Bandesa Adat, Prajuru Desa Adat dan Tenaga Administrasi Desa Adat untuk Bulan Januari s.d Agustus Tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada Lampiran I, sebagai persyaratan pencairan Dana Desa Adat Tahap II. Desa Adat harus membuat Pakta Integritas untuk menjamin tertib administrasi dalam penggunaan Dana Desa Adat yang bersumber dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali, sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.

Lampiran I dan Lampiran II agar disampaikan kepada Dinas PMA Provinsi Bali paling lambat tanggal 25 Mei 2022.

3. Pemotongan Pajak Insentif Bandesa Adat, Prajuru Desa Adat dan Tenaga Administrasi Desa Adat untuk Bulan Januari s.d Agustus Tahun 2022 akan dilakukan pada Transfer Dana Desa Adat alokasi APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2022 Tahap II.

4. Jika dalam tahun anggaran 2022 terjadi pergantian Prajuru Desa Adat, Bandesa Adat agar mempedomani mekanisme pemotongan Pajak Insentif sebagaimana dimaksud pada Lampiran III.

Surat itu ditanda tangani secara elektronik oleh kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat IG. A. K. Kartika Jaya Seputra.


Berdasarkan surat itu (klik untuk link surat edaran), lengkap berisi formulir yang perlu diisi oleh yang mempunyai kewenangan di Desa Adat, seperti Bandesa, Patajuh, Penyarikan dan lainnya.

Menghubungi salah satu Patajuh desa Adat Tarukan, kecamatan Tampaksiring, kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, I Dewa Putu Sudarsana menyampaikan apresiasi terhadap pemerintah Bali terhadap bantuan dana terhadap Desa Adat. Namun adanya kewajiban prajuru Adat yang awalnya ngayah tulus ikhlas harus mengikuti berdasarkan apa yang tercantum dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019 Provinsi Bali.

Klik untuk link Perda Nomor 4 Tahun 2019


"Dengan bantuan ini tentu membuat berubahnya konsep-konsep ngayah itu, menjadi konsep-konsep seolah-olah mulai bergeser kepada pihak bagian pemerintah (seperti anggota/pegawai), "sebut Dewa Sudarsana, Selasa (24/05/2022), di sebuah Restoran Pizza, Di Denpasar.

Menurut ia bagian yang menjadi porsi prajuru Adat ini dalam surat edaran tersebut bahwa mereka yang mendapatkan bagian intensif tersebut harus membayar PPh Pasal 21 (Pajak).

"Saya sudah menyampaikan hal ini kepada Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, karena PPh Pasal 21 ini merupakan orang perorang. Dengan insentif 30 juta pertahun itu dan ditambah intensif diluar prajuru Bandesa ini sebenarnya sesuai undang-undang sebelumnya rangenya 0-50 juta yang saat ini (2022) 0-60 juta rupiah tidak kena aturan PPh Pasal 21, saya tanyakan itu ke Dinas PMA belum mendapat jawaban, "ungkapnya.

Link tentang perubahan tarif PPh Pasal 21


Menurutnya sebagai wajib pajak yang taat, itu tentu sangat baik. Namun kewajiban dalam membayar pajak tersebut tentu harus juga sesuai perundang-undangan yang berlaku.

"Tentu range tersebut pemerintah sudah memberikan kelonggaran lagi bagi wajib pajak, itu pun harus dilihat kriterianya juga apakah masih single (lajang), atau sudah menikah dan anak berapa. Tentu sama peraturan perundangannya karena dana tersebut tentu dari APBN melalui APBD, itu masih dibawah range itu untuk kena pajak, "tegasnya.

Sebaiknya dari Dinas PMA harus merevisi ini, apalagi membayar sesuatu yang tidak ada landasan hukumnya secara jelas. "Kita tidak berpikir negatif, bila saja ini jadi temuan pemotongan ini, pembayaran atau apapun ini tentu akan bermasalah di kemudian hari, "ujar Dewa Sudarsana.


Sifat Ngayah Bisa Berubah Fungsi, dapat hancurkan tatanan masyarakat 
Adat

Menemui I Made Somya Putra SH., MH., pemilik The Somya International- S'int Law Office, menanyakan hal yang sama, ia mengungkapkan bahwa aturan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Provinsi Bali memiliki aturan diatasnya yakni Pasal 18B UUD 1945.

"Kalo kita berbicara tentang potongannya itu kita harus tahu model apa dan untuk apa, itu harus jelas. Tapi di Perda saya lihat tidak ada aturan pemotongan, "sebutnya, Selasa (24/05/2022).

Untuk PPh Pasal 21 menurutnya itu adalah aturan Dirjen Pajak, yang digunakan untuk orang yang memiliki kemampuan karena jabatan, mengikuti kegiatan, mendapatkan penghasilan tetap untuk itu, gaji, upah, honorarium.


"Sedangkan Prajuru Adat itu tidak termasuk didalamnya karena prajuru Adat itu diatur oleh Awig-awig yang bersifat Ngayah (tulus ikhlas), "sebutnya.

"Memang ada aturannya dalam Perda Desa Adat Pasal 38 tentang Patias atau Olih-olihan (upah), untuk seorang yang Ngayah, "jelasnya.

Ngayah bukan merupakan pekerjaan yang tetap, atau menghasilkan pekerjaan yang tetap atau gaji, itu tidak ada aturan di Perda Desa Adat Bali.


"Bila pemerintah membebani PPh Pasal 21 terhadap Prajuru bisa dianggap Pemerintah mengakui Prajuru itu adalah Pegawai, secara tidak langsung Pemerintah sudah menghancurkan tatanan masyarakat Bali dimana Prajuru bersifat ngayah yang ada unsur Niskala disana, sekarang menjadi 'pure' secara sekala, prajuru bukan pegawai yang mendapatkan gaji, orang yang harus membayar pajak PPh Pasal 21, " pungkas Somya.

Menghubungi via pesan elektronik untuk konfirmasi kepada Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pemerintahan Desa Adat, I Putu Sutaryana, S.IP, MAP, belum bisa dimintai keterangan.

Lalu berlanjut menghubungi Kepala Dinas (Kadis) Pemajuan Masyarakat Adat, I G.A.K. Kartika Jaya Seputra, SH.MH, beliau hanya membaca tanpa menjawab (centang biru). (Ray)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama