-->

Search News

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Nasional

Pariwisata

Life & style

Musik & Film

Profile

Model & Fashion



» » » » Jaman Sekarang 'Kesepekang' Sudah Tidak Layak, Sisi Emosional Belaka

 

 I Made Somya Putra SH., MH.


GATRADEWATA NEWS ● BALI | Menanyakan pendapat hukum dari I Made Somya Putra SH., MH., tentang pencabutan penjor di desa Taro Kelod yang sempat viral di media sosial. Dirinya mengawali bercerita tentang gugat menggugat dari kedua belah pihak, ia mengatakan bahwa saat persidangan tergugat dikatakannya tidak hadir dan mengakibatkan verstek.





"Saya menilai dalam eksekusi tanah milik desa adat tersebut tidak bisa dilakukan, karena desa adat tidak dilibatkan dalam perkara," uangkapnya di kantor The Somya International- S'int Law Office, Rabu (29/06/2022).

Memang pesannya, bahwa kesepekang dari desa adat ini akibat dari ketersinggungan krama terhadap perlakuan dari keluarga penggugat. Ia juga menanyakan apakah diperlukan sekali kesepekang itu, apalagi hanya berdasarkan emosional belaka.

*Kasepekang merupakan sanksi adat Bali, dimana si penerima sanksi akan dikucilkan, diasingkan atau diberhentikan dari kegiatan di desa (Madesa)

"Kesepekang dalam hemat saya, saat jaman sekarang sudah tidak layak diterapkan"

Ia melanjutkan bahwa itu akan mengamputasi hak-hak yang lain terhadap orang tersebut. Seperti contoh hak-hak kependudukan misalnya, ia menambahkan. Kesepekang itu harus ada pelanggaran yang benar-benar kesalahan yang tidak dapat diperbaiki, bahkan harus ada pelanggaran niskala dan sekala.

"Pelanggaran Niskala dan Pelanggaran Sekalanya harus jelas. Karena itu akan menghapus ayah-ayahan oleh leluhurnya dan ayah-ayahan yang akan dilakukan keturunannya. Yang melakukan kesepekang itu setuju tidak menanggung semua hal itu secara niskala maupun sekala, apalagi pernah menjadi Mangku di desa tersebut"

Seperti contoh pencurian pretima, dan pelanggaran itu dilakukannya berulang-ulang. Sisi emosional inilah yang harus kita tidak terapkan dalam menghukum seseorang itu, alih-alih menghukum tetapi sisi ego kitalah yang lebih menonjol.

Menanyakan tentang posisi Bendesa Adat yang pada jaman dahulu sungguh dihormati, tetapi sekarang lebih beberapa oknum mengedepankan sisi emosional dalam melakukan pemecahan dalam suatu masalah. Somya Putra mengatakan bahwa sifat kultur budaya yang sudah banyak berubah juga banyak mempengaruhi sikap-sikap dalam menerapkan aturan adat.

"Sisi yang merubah itu dari ekonomi, dulu mungkin hanya untuk parahyangan (keperluan persembahyangan), sekarang sudah dapat memenuhi pendapatan lainnya dalam mengelola aset adat. Lalu kedua sisi politik, jaman sekarang kebutuhan bansos yang harus membalas perlakuan itu misalnya, itu juga mempengaruhi"

Menanyakan tutup jalan yang dilakukan oleh desa adat dalam melakukan upacara adat, Somya Putra juga mengatakan bahwa persembahyangan itu kepentingan masyarakat juga, memang kebutuhan jalan itu juga keperluan masyarakat lainnya. Disanalah adanya kebijaksanaan hukum, seperti pengalihan jalan, membagi 2 jalan (tutup sebagian), itu harus dikoordinasikan dengan aparat setempat, seperti desa, kepolisian lalu lintas, dinas perhubungan dan lainnya.

"Disinilah kita harus bijak melihat, bukan salah atau benar tetapi melihat bahwa itu adalah wilayah publik yang bisa saja diatur sedemikian rupa"

Somya berpesan pada sahabat Gatra Dewata dimanapun anda berada, bahwa hukum haruslah melihat tidak hanya Letterlijk semata, tetapi apa yang berada dibelakang hukum itu (tertulis) ada nilai-nilai yang seharusnya lebih digali dan diutamakan.

"Kedepannya orang-orang akan berlomba-lomba buat 'perarem' tertulis, membuat 'awig-awig' tertulis, sehingga drestha sima itu lebih kepada apa yang tertulis, padahal nilai-nilainya banyak yang tidak tertulis"

Baginya disebutkan bahwa,

kebijaksanaan lebih penting daripada menerapkan hukum yang tertulis tetapi tidak bijaksana.

"Saat ini ada pergeseran hukum adat, dulu hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis, yang bagian-bagiannya ada agama disana, sekarang semua dikejar untuk tertulis, padahal 'awig-awig' disana adalah hukum yang tidak tertulis yang dicatatkan" (Ray)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama