-->

Search News

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Nasional

Pariwisata

Life & style

Musik & Film

Profile

Model & Fashion



» » » » Bila Sembako Kena Pajak, pemerintah tidak peka

 

Upaya menambah beban pajak pada sembako, ilustrasi 

GATRADEWATA NEWS | NASIONAL | Mungkin pemerintah lupa bahwa rakyat masih banyak yang kesulitan dijaman pandemi seperti ini. Wacana tentang Draf Revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang menjadi sorotan masyarakat luas mengundang banyak pertentangan di masyarakat, apalagi isu ini didengungkan di masa paceklik dan krisis dalam masa pandemi covid-19.

Menurut tempo.co (klik link) ,Yang menjelaskan tentang respon dari Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, bahwa Pasal 4A (beleidsregel) tersebut, bahan kebutuhan pokok atau sembako akan dikeluarkan dari barang-barang yang dikecualikan dari pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN. Ia menjelaskan pemerintah tidak akan serta merta mengenakan tarif pajak untuk kebutuhan sembako tersebut. Apalagi kebutuhan bahan-bahan pokok yang dijual di pasar guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakat luas, "menjadi barang kena pajak tidak lantas berarti dia dikenai pajak,” ujar Prastowo dalam diskusi bersama Trijaya FM, Sabtu, (12/06/2021).

Yang ditambahkan disana adalah untuk ruang pengenaan pajak itu hanya untuk bahan-bahan dasar premium,  seperti beras premium, telur premium, dan daging impor, dengan alasan memenuhi asas keadilan. Ini dilakukan menurut penuturannya karena barang-barang seperti daging Wagyu yang dijual di supermarket tidak dipungut pajak, yang artinya tidak beda dengan daging segar yang dijual di pasar, yang mungkin akan di skemakan leboh besar misalnya 15-20 persen.

Tetapi menurutnya tidak akan direalisasikan bila masa krisis pandemi Covid-19 masih terus berlangsung. “Kelak ketika ekonomi membaik, daya beli meningkat, lalu akan dikenai (PPN), ruangnya sudah ada. Jadi tidak perlu dibuat undang-udang lagi,” terangnya, sambil membantah klausul ini muncul untuk menutupi defisit APBN.

Hal serupa di suarakan oleh suara.com (klik link) , bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyayangkan bahwa dokumen draft tersebut bocor ke publik dan langsung menjadi polemik ditengah masyarakat. "Ini memang situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita, dan dokumen yang tersebar itu tidak seutuhnya alias sepotong-sepotong, "ujar Sri Mulyani.

Dari itu semua, sebaiknya pemerintah tidak mencari jalan dengan menambah beban dari masyarakat yang saat ini dalam berbagai level terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19, yang artinya pemerintah tidak peka. (Ray)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama