DENPASAR – Kepengurusan baru Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) Cabang Bali masa bakti 2025–2028 resmi dilantik di Denpasar, Jumat (13/12/2025). Pelantikan ini bukan sekadar seremoni organisasi profesi, tetapi menjadi pengingat keras bagi pemerintah bahwa keberadaan Mikrobiologi Klinik adalah fondasi utama dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama di Bali sebagai destinasi wisata internasional.
Dr. dr. I Wayan Agus Gede Manik Saputra, M.Ked.Klin., Sp.MK., ditetapkan sebagai Ketua PAMKI Bali menggantikan Prof. Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK(K). Dalam forum tersebut, berbagai pihak menegaskan bahwa peran Spesialis Mikrobiologi Klinik kerap krusial, namun belum sepenuhnya diimbangi dengan perhatian dan dukungan kebijakan pemerintah.
Ketua Umum Pengurus Pusat PAMKI, Prof. Dr. sc. agr. dr. Anis Karuniawati, Sp.MK(K), Ph.D., mengingatkan bahwa saat pandemi Covid-19 melanda, Spesialis Mikrobiologi Klinik bekerja tanpa jeda dan berada di garis depan dalam memastikan akurasi diagnosis serta keselamatan masyarakat. Menurutnya, kontribusi besar itu semestinya menjadi pelajaran agar pemerintah tidak kembali menomorduakan sektor pengendalian penyakit infeksi.
Ia juga menyoroti keberhasilan distribusi Sp.MK di Bali yang telah menjangkau berbagai wilayah, termasuk daerah pelosok. Capaian ini, kata dia, patut didokumentasikan dan dijadikan model nasional, karena tidak semua daerah mampu menyiapkan sumber daya Mikrobiologi Klinik secara merata seperti Bali.
“Penyakit infeksi tidak bisa ditangani setengah-setengah. Di tengah efisiensi anggaran, sektor ini justru harus menjadi prioritas,” tegas Prof. Anis. Ia menekankan bahwa Mikrobiologi Klinik memiliki peran yang tidak dapat digantikan profesi lain, terutama dalam penegakan diagnosis berbasis bukti ilmiah.
Senada dengan itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bali, dr. I Made Sudarmaja, M.Kes., menyebutkan bahwa dalam era Undang-Undang Kesehatan yang baru, dokter menghadapi risiko tuntutan hukum yang semakin tinggi. Oleh karena itu, pelayanan medis harus berlandaskan evidence-based medicine, yang salah satu pilar utamanya adalah hasil pemeriksaan Mikrobiologi Klinik.
“Menentukan apakah infeksi disebabkan virus, bakteri, atau patogen lain tidak bisa berdasarkan asumsi. PAMKI adalah organisasi yang memastikan kejelasan itu,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa penyakit seperti lepra, rabies, dan penyakit infeksi lain tidak bisa serta-merta dianggap hilang tanpa riset dan pembuktian ilmiah.
Dari sisi pemerintah, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Putu Camellia, M.Kes., mengakui hubungan erat antara pemerintah dan PAMKI, terutama selama pandemi. Namun ia menegaskan bahwa setelah Covid-19 berlalu, peran PAMKI tetap dibutuhkan, khususnya dalam program resistensi antibiotik dan pengembangan riset penyakit infeksi.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan pemerintah dan program organisasi profesi. Meski mengakui adanya keterbatasan anggaran, dr. Camellia mengingatkan bahwa kontribusi PAMKI harus dilihat dari dampak jangka panjang bagi masyarakat, bukan semata dari besar kecilnya alokasi dana.
Sementara itu, Ketua PAMKI Bali terpilih, dr. I Wayan Agus Gede Manik Saputra, menegaskan bahwa perhatian pemerintah terhadap Mikrobiologi Klinik menjadi sangat strategis mengingat posisi Bali sebagai pintu masuk wisatawan dunia. Menurutnya, sistem manajemen laboratorium antimikroba dan penempatan Sp.MK di rumah sakit, baik negeri maupun swasta, memerlukan regulasi yang jelas serta dukungan anggaran yang memadai.
“Penanganan penyakit infeksi harus ditopang kapasitas diagnostik laboratorium yang kuat. Tanpa itu, Bali berisiko, bukan hanya bagi masyarakat lokal tetapi juga bagi citra pariwisata internasional,” tegasnya.
Ia juga memberikan apresiasi kepada kepemimpinan sebelumnya, Prof. Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK(K), yang dinilai berjasa besar mendorong pemerataan Spesialis Mikrobiologi Klinik di seluruh kabupaten dan kota di Bali.
Pelantikan pengurus baru PAMKI Bali ini sekaligus menjadi pesan tegas bahwa pengendalian penyakit infeksi bukan urusan pinggiran. Pemerintah daerah dituntut lebih serius menempatkan PAMKI sebagai mitra strategis, bukan sekadar pelengkap, demi menjaga kesehatan publik dan keberlanjutan Bali sebagai destinasi wisata dunia. (Ray)












